Menyikapi Maraknya Eksekusi Rumah Adat Toraja, Adv Leo Tallu Massora: Sepatutnya Kepastian Hukum Dalam Bingkai Perlindungan Budaya Toraja
Tana Toraja, LEKATNEWS -- Fenomena kekinian di Toraja, dua Kabupaten, Tana Toraja dan Toraja Utara seakan disesakkan oleh polemik ekseskusi Rumah Adat Toraja beserta Lumbung yang dalam bahasa Toraja disebut Alang.
Tentunya, kepastian hukum adalah sesuatu yang mutlak, tetapi dengan bekal Budaya yang merupakan kearifan lokal yang diwariskan leluhur, setidaknya ada upaya untuk tetap melindungi warisan budaya yang mendunia.
Berhasil dikonfirmasi, seorang Advokat Muda yang sudah melanglang buana, Leo Massora, S.H,M.H yang bernama lengkap Leo Tallu Potongan Massora, S.H,M.H yang kental dengan jiwa Adat tertanam dalam dirinya dari para leluhurnya.
Tast dan tunduk pada tatanan Adat, itu lah jiwa pria ganteng yang selalu mengumbar senyum saat dijumpai dan penuh rasa hormat dan menghormati yang lebih tua, merupakan kesehariannya.
Berbicara kepastian hukum adalah mutlak Dimatanya.
"Siapapun yang memenangkan perkara di pengadilan berhak menuntut agar putusan itu dilaksanakan, hal ini adalah konsekuensi logis dari prinsip negara hukum yang kita anut" ujar Leo Massora, Senin (29/9/2025).
Namun, di Toraja yang kental Adat dan Budaya yang sudah mendunia, bahkan diakui UNESCO sebagai warisan dunia (World Heritage) perlu ada kearifan lokal yang masih bisa dipedomani.
"Seperti Kasianggaran, Kasikamasean, Sitaratte'" sebutnya.
Eksekusi Rumah Adat Toraja apalagi yang disebut Tongkonan sebagai wadah Kelembagaan Adat dalam prakteknya menyisakan duka yang sangat mendalam, sebagian menyebutkan ada rintihan tangis leluhur.
Ada luka baru yang seandainya bisa sembuh tentunya membekas bagi generasi berikutnya, tegakah kita mewariskan?
Tentulah bijak, jikalau dalam eksekusi Rumah Adat Toraja memperhatikan "Kepastian hukum" dalam bingkai "Perlindungan budaya".
Bagi Leo Massora, dia menawarkan solusi Eksekusi Harus Humanis.
"Saya mengkritisi pola eksekusi yang menggunakan alat berat untuk meruntuhkan Tongkonan" tegasnya.
"Cara seperti ini selain meninggalkan luka sosial, juga memberi preseden buruk" imbuhnya.
Saya justru mendorong, masih Leo Massora, agar pihak yang kalah secara hukum bersikap kooperatif.
"Mengosongkan obyek sengketa setelah ada pemberitahuan resmi, bahkan membongkar sendiri bangunannya" harapnya.
Dengan demikian tidak ada gesekan di lapangan, tidak ada cela potensi provokasi dari pihak tertentu dan Marwah Tongkonan tetap dihormati meskipun perkara hukum telah dimenangkan pihak lain.
Regulasi Perlindungan Tongkonan
Bagi Leo Massora, ada solusi yang bisa dibangun melalui regulasi khusus oleh Pemerintah, DPR, Lembaga Adat, dan Tokoh Masyarakat dengan duduk bersama ( Ma'kombongan) merumuskan aturan yang melindungi Tongkonan tanpa mengabaikan kepastian hukum.(FB/red)